Saturday, December 31, 2005

In My Prayers


In my prayers this morning you became the sky which through the
entire night did not close its eyes, a clear expanse ready to to
receive the first light, a curve of silence in wait of sound

as the sun drifted above my head, you beame in my prayers the tips of pines,
eternaly green and forever presenting abstruse questions
to the wind that hisse from directios unknown

in my prayers at dusk you became the sparrow that fluffed its feathers in the mist,
alighted on the branch and felled the tassel of the guava flowers
and then in sudden excitement flew away to alight on the mango branch

in my prayes this evening you became the distant wind that descended ever so slowly,
tiptoed down the path and slipped through the cracks of the panes and door to
press its cheeks and lips against my hair, chin and eyelashes

in my prayers to night you became the beating of my heart that has so
patiently endured what seems to be limitless pain and faithfully revealed
one secret after another, the unending song of my life

I love you, and for that reason, will never stop praying for your wellbeing.


(Sapardi Djoko Damono)

Saturday, December 17, 2005

City of A Thousand Faces

Pernah kan ngalamin masa-masa GiFo.. Gila Foto. Foto barengan temen ngangkat tangan, ngangkat kaki.. cheers!! Jepret jepret! Saya tidak pernah menyesal pernah melewati masa-masa kejayaan ber GiFo ini. Kebayang kan anak Sastra…dulu saya sama temen-temen suka janjian pake baju warna tertentu dihari tertentu kalau kuliah. Udah gitu pergi rame rame ke halaman Gedung Sate, bukan mau demo tapi mau foto foto! Saya punya beberapa session pemotretan.. di Bukit Dago, Tangkuban Perahu, Maribaya, Sumedang (!).. kalo engga sama temen sastra inggris ya sama the gank (Ririt, Diding, Momi.. apa kabarnya ya mereka?)
Foto-foto saya itu ya disimpen di album yang dihias guntingan-guntingan majalah. Pada jamannya dulu album jenis gitu top abis kali ya….

Itu cerita kesenangan saya berfoto ria. Cerita selanjutnya adalah tentang kesukaan orang tertentu yang memampang fotonya besar-besar di billboard kota diikuti dengan “what’s on the city”. Contohnya nih……Setiap saya nganter Diaddra sekolah saya selalu berhenti dibawah billboard bertemakan Makassar Gemar Membaca. Yang mengusik saya…. foto walikota makassar di billboard itu kok dominant sekali ya. Jadi nyaris setiap parkir dibawah billboard yang ketangkap Cuma “pesan” pak walikota yang lagi ketawa. Engga Cuma itu lho… Foto si bapak itu masih ada lagi disalah satu simpang dekat Pantai Losari. Tuh kan…. Message on the boardnya apa ya?? Yang saya inget Cuma foto pak wali yang pake baju abu-abu!!

Ada lagi billboard campaign untuk penggangulang narkoba dan HIV AIDS yang sepertinya merupakan joint campaign antara telkomsel, IDI dan beberapa institusi lagi. Yang jelas ada beberapa foto (mungkin sekitar 6 foto) yang di tampilkan diatas message selamatkan generasi muda dari narkoba dan hiv aids itu.

Sebegitu pentingkah foto-foto itu untuk ditampilkan pada message board? Kenapa himbauan kepada masyarakat harus disertai foto walikotanya yang super besar; kenapa himbauan untuk menyelamatkan generasi muda harus juga disertai foto-foto mereka (siapa ya anyway yang ada di message board itu?). Ada relevansinya ngga sih sama pesen yang mau disampaikan?? Lucu dan ironisnya, message board himbauan penyelematan generasi muda itu berikut foto-fotonya, dipasang diseberang Billboard Konser Peterpan yang suueeeper besar…..dan tentu saja more eye catching!! Lagi-lagi deh pesannya engga sampe… wong pengemudi kendaraan pastilah lebih seneng liat gambarnya peterpan yang jauh lebih besar itu.

I am not being cynical. I just wondering…apakah mereka juga GiFo seperti saya dulu???

Tuesday, December 13, 2005

I Quit a Job Then I Celebrate

Today I quit a job then I celebrate.
Never have in mind that interpreting an NGO meeting will be such complicated. Mungkin seharusnya saya sudah bisa memprediksi the way the activist talk, bla bla bla bla bla then where is the point? Or do I miss the point? But still I found it difficult to follow. Then I quit for tomorrow session. On the way home I just feel like to celebrate. Jadi aku mampir ke Mi Titi. Mie kering yang disiram soup kental khas makassar ini banyak sekali penggemarnya. Belinya ngantri dan pake nomor lho. Selama ini yang bertugas turun dan membeli mie titi ini kalau engga Diaddra ya Devara, but today I do it myself. Nomor 75! Dan saya punya waktu untuk melihat-lihat the way they cook. Penggorengannya super besar, no wonder the cook tangannya sangat berotot karena harus terus menerus ngucek sup kental di wajan super besar itu. Sup kentalnya terbuat dari kaldu ayam, potongan daging ayam, bakso kering, hati ampela, daun sawi kadang ada juga udangnya. Supaya kental kuah yang sudah mendidih ditambah sebaskom (!!) air tepung maizena dan kemudian sebaskom (!!) telur kocok. Setelah selesai, kuah dituang diatas mie yang bentuknya seperti bihun dan sangat kering. Santap selagi panas hm… Proses memasaknya juga hemat BBM karena memakai tungku arang. Mulanya saya dan keluarga engga terlalu ngefans sama jenis makanan ini bahkan dulu dulu sempat mencibir, kok aneh sih! Eh lama-lama malah ketagihan.
On the way home from Mi Titi, saya memutar CDnya Peterpan yang soundtrack film Alexandria (one of my kids fav). Tak bisakan kau menungguku.. hingga nanti tetap menunggu……
Am I relieved or depressed??

Sunday, December 11, 2005

My House In The Newspaper!

Rumah Mungil Bernuansa Etnik. Gitu judul yang disebut di Koran Fajar Edisi Minggu,November 2005 pada kolom Griya-nya. Sepertinya my dream comes true. Dua hari sebelum pemotretan saya dihubungi temen minta ijin buat motret ruang tamu.. langsung saya oke-in.. hi..hi wong tadinya saya yang berniat menghubungi wartawan griyanya supaya memotret rumahku. Begini redaksi yang ada dikoran itu mengomentari penataan furniture rumahku:

Rumah bernuansa etnik Bali ini banyak menggunakan furniture kayu. Untuk kursi tamu inne memilih sebuah kursi betawi (actually it is a peanut chair, karena lekukannya seperti bentuk kacang) dan sepasang kursi berbahan rotan yang dipermanis meja mungil berbentu tabung.

Di pojok jendela ruang tamu terdapat lemari sudut tinggi berkaca transparan berisi pernak-pernik kecil. Sedang disisi lain diletakkan tanaman hias berjenis Geranium yang konon mampu mengusir nyamuk. Tepat disampingnya terdapat rak berisi pajangan buah-buahan yang ditempatkan diberbagai wadah gerabah. Warna yang kontras dengan raknya membuat suasanan terasa segar dan hidup. Berbagai macam lukisan yang terpajang ditembok juga menambah nilai estetis kediaman Inne.

Gitu deh sebagian artikel yang ditulis wartawati Fajar Dewi Puspita .

Ngomong-ngomong soal rumah… Saya pecinta barang-barang etnik. Kesukaan saya itu sepertinya dapet jalan ketika memang harus tinggal di Bali. Mulai deh tuh hunting and hunting.. mulai dari Kerobokan, By Pass Ngurah Rai, Ubud, Tegal Alang. Engga ada yang dari Sukowati lho.. oh ya kecuali lukisan burung. Untuk lukisan saya selalu datang ke Pasar Kumbasari. Lukisan Balinya modern dan selalu cepat berganti maklum yang beli adalah empunya gallery di manca Negara. Nama kiosnya lupa tapi letaknya di pojokan lantai 2 Pasar Kumbasari Denpasar. Furniture langganan saya di Bali Artistik Jl. By Pass Ngurah Rai, ini bukan gallery tapi lebih tepat disebut gudang.. harganya juga jauh lah bedanya kalo udah ke gallery. Lampu .. datenglah ke Jl. Raya Kerobokan. Gorden, cushion.. tempatnya sepanjang jl. Gn. Soputan dan jl. Raya kerobokan. Gerabah.. banyak di Jl. By Pass Ngurah Rai. Untuk pernak-pernik, cermin, buah-buahan, atau any other wooden furniture.. Tegal Alang adalah the best place. Langsung dari pengrajinnya dan export quality…. Kualitas wooden craftnya betul betul bagus dan engga pasaran. Harganya.. hmmm dateng aja sendiri deh.. rasanya kalo bisa semuaaa pengen dibeli.

Aku juga kan pecinta tanaman… kadang sabtu atau minggu pagi saya suka jalan-jalan sepanjang penjual tanaman di Jl. Hayam wuruk. Jangan lupa bilang.. Pak mau liat-liat ya.. kalau tau kita pecinta tanaman penjualnya suka ngobrolin tanaman lho.

Oh ya satu yang engga boleh lupa disebut.. Tantri gallery di desa Pejaten kediri. You can get every nice ceramics you want. Export quality sudah pasti…. Tempatnya betul-betul di desa.. tapi sekali dateng kesana rasanya engga mau keluar keluar. Desa Pejaten ini bisa juga diakses dari jalan yang menuju ke Tanah Lot.
Jadi pengen ke Bali neh……

Tuesday, October 25, 2005

Sekolah Tanpa Perasaan

It is about a school. Di Makassar nama Athirah sebagai sebuah yayasan penyelenggara pendidikan cukup diminati orangtua yang berharap anak-anak mereka memperoleh pendidikan yang baik dan setara dengan pendidikan yang diperoleh di Pulau Jawa. In my opinion, kualitas sekolah yang dimiliki oleh keluarga Kalla ini ya lumayan lah mengingat tandingannya pun tidak ada kecuali sekolah-sekolah non muslim seperti Rajawali dan Dian Harapan.

It is about emotion. Pada saat saya di Bali (selalu ya cerita Bali), anak-anak sekolah disebuah SD Islam terpadu yang pulangnya jam 4. Sekolahnya sederhana, guru-gurunya sangat ramah. I feel secure.. sepertinya saya menitipkan anak-anak to the right person. Anak-anak saya juga happy.. engga pernah mengeluh bosan. Pada saat walikelas mereka melahirkan, semua siswa urunan beli kado dan dateng kerumah bu guru.. malah ada siswa yang bikin puisi untuk ibu guru. Kalau ada siswa sakit pasti temen-temennya nengok, bawa apel, jeruk dan pear… Once again I feel secure. Ilmu berkehidupan sosial memang bukan sekedar teori…

It is about empathy. Tadi malam salah seorang rekan suami saya dan tetangga kami meninggal dunia karena sakit dan subuhnya diberangkatkan ke Surabaya dengan pesawat terpagi termasuk seluruh anggota keluarga. Paginya saya informasikan kesekolah berita duka ini. Sepertinya engga ada reaksi, kepergian seorang ayah dari seorang siswi kelas 2 SD is not a big deal!! Waktu ketemu kepsek, saya ulangi lagi informasi itu, beliau sepintas menanyakan ke guru apakah ada yang melayat. Tidak ada…. So it is realy not a big deal!!
Sekolah tanpa perasaan.

Thursday, October 06, 2005

Why I Love Bali So Much

Mungkin saya adalah satu diantara jutaan orang yang sangat mencintai Pulau Bali. Dan saya juga satu diantara jutaan orang yang sangat beruntung pernah mengenyam kehidupan disana.
Bali is so perfect to me, the nature, the people, the culture, the food... everything seems so perfect. Rasanya semua hal bisa diperoleh di pulau indah itu. Bangun pagi, jogging keliling monumen puputan mandala, disekelilingnya banyak penjual bubur kacang ijo gerobak, serabi solo, bubur ayam, lontong kari (so lovely,, I enjoy every second of it), sabtu pagi kadang saya dan suami jalan menyusuri pasir pantai kuta kemudian nongkrong di depan hardrock cafe makan nasi bungkus seharga 2500 rupiah sambil memandangi pantai kuta. Sore-sore kala weekend, ritual sekeluarga pergi ke Kuta Galeria tempat paling favoritnya untul sekeluarga ya Gramedia dan Disc Tarra of course, lucunya sebelum pulang belum lengkap kalo tidak mampir dies teller 77. Kalo mau makan-makan syukuran entah itu ultah, my first salary in Bali (hi-hi), bahkan ulangtahun pernikahan, saya dan keluarga lebih senang makan malam di Jimbaran.. Dan favorit kami adalah CafĂ© Menega….
Allah menciptakan pulau bali untuk bener-benar dinikmati.. every inch of it.
Bali is so perfect to me.... tempat paling sempurna untuk suatu kehidupan... Dan di Bali, My Phrayata was born (he is snow 2,5 years).
Until this very moment, Bali is still so perfect to me........

(dengan kesedihan yang sangat mendalam atas berbagai kejadian di pulau dewata)

Monday, April 11, 2005

Seminar untuk Hari Kartini

Mau ngadain seminar lagi nih.. kali ini dalam rangka Hari Kartini. Pembicaranya tetap, dari Telkom Training Centre Makassar. Topiknya juga tetap seputar optimalisasi diri. Karena dalam rangka hari Kartini dan yang ngadain organisasi ibu-ibu jadi judulnya menjadi: Brainware Management. Optimalisasi Diri Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga. Sebenernya ini bisa dibilang proyek sumbangan.. gimana engga sumbangan.. pembicaranya gratis.. fasilitas semua pinjeman termasuk infokus yang minjem dari kantor suami. Tapi rencananya kali ini mau minta sponsor ke Telkom Flexi buat jadi sponsor tunggal. Kebalikannya, saya ngejanjiin akan buat spanduk dan undangan dengan logo flexi.. trus mereka juga boleh masang umbul-umbul. Surat dan proposalnya udah disiapin, suami udah kirim e-mail ke “sasaran” he-he minta appointment. Mudah-mudahan bisa dikabulin ya.. kalo engga ya harus ngejalanin Plan B. Yaitu, ngajak penerbit Mizan buat bikin bursa buku, trus mereka diminta bikinin spanduk 2 lembar. Sewa gedung bisa dapet dari penjualan tiket ke beberapa ‘sasaran’.
Niat baik pasti selalu ada jalan kok… mudah-mudahan aja peringatan hari kartininya jadi agak beda sedikit; daripada lomba melulu…. Kasian kan Ibu Kartini kalo hanya dikenang dengan sekedar berlomba ria.

Monday, April 04, 2005

Pengalaman Pergi Haji 2005


Pengalaman berhaji tidak pernah sama bagi setiap orang, bahkan bagi 2 juta jemaah haji pun, masing-masing mempunyai pengalaman yang berbeda satu sama lainnya. Dalam tulisan ini saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman emosional saya saat melaksanakan ibadah haji th. 2005 ini.

Pelaksanaan ibadah kerap diiringi dengan berbagai perasaan yang berkecamuk.

Perasaan emosional pertama yang saya alami adalah ketika pertama kali melihat Masjidil Haram dan Ka’bah yang begitu agung pada suatu dinihari sebelum saya dan suami memulai Thawaf Qudum, yakni Thawaf selamat datang. Saat itu tubuh saya bergetar, saya berhenti sejenak, Subhanallah… ucap saya sambil mengusap wajah. Selama berada di Mekkah, entah mengapa saya sangat menikmati pelaksanaan Thawaf mengelilingi Ka’bah ini, meskipun untuk itu setiap pagi saya harus bangun jam 2.30 dinihari. Saya sangat menikmati berada dalam satu aliran manusia yang berpusar pada satu titik, melebur dengan ribuan manusia, berdesakan, terdorong dan tanpa identitas.

Selama pelaksanaan haji, entah berapa sering saya menangis.

Saya menangis ketika suatu saat yang tanpa diduga, pada saat saya akan memulai tawaf, suatu kelapangan dan kemudahan membawa saya langsung ke multazam, bagian dinding Ka’bah antara Hajar Aswad dan Pintu Ka’bah. Sesorang berpakaian putih dan bersorban merah, menarik beberapa laki-laki yang ada didepan saya dan serta merta memberi jalan kepada saya dan seorang teman untuk langsung sampai di tempat itu. Perasaan yang sangat luar biasa tatkala kedua telapak tangan ini dapat menempel di dinding tersebut. Beberapa saat saya hanya bisa menangis sambil mengucapkan kebesaran Allah….sampai seseorang meneriaki kami “berdoa! tempelkan pipi kanan ke dinding Ka’bah!” sambil menangis dan menempelkan pipi ke dinding multazam sayapun berdoa…

Saya juga kerap menangis ketika memanjatkan doa dibelakang Makam Ibrahim. Doa untuk anak-anak, keluarga, teman-teman dekat, kaum muslimin dan kerabat. Banyak yang menitipkan doanya, ada yang memohon untuk segera diberi keturunan, ada yang memohon untuk kelancaran usaha, dientengkan jodoh dan agar mendapat panggilan kembali untuk beribadah haji. Salah satu doa yang saya panjatkan adalah untuk seorang karyawan di Apotik Guardian Hero supermarket, sebut saja namanya Arman. Saat saya membeli masker, karyawan itu mendoakan saya semoga menjadi haji yang mabrur, dan dia pun meminta saya untuk mendoakannya semoga mendapat panggilan berhaji. Melihat kesungguhannya, sayapun mencatat namanya dalam nota kecil saya dan kemudian bersungguh-sungguh mendoakannya. Semoga Allah mendengar doa saya.

Saya kembali menangis ketika akhirnya diberi kesempatan untuk shalat 2 rakaat dan berdoa di Raudhah. Tempat dimana dulu Nabi biasa membacakan wahyu dan mengajarkan al-Islam kepada sahabat dekatnya, “Antara kamarku dan mimbarku terletak satu bagian dari taman surga”. Tak heran orang sangat berlomba untuk bisa ikut “menimati surga” yang ditandai dengan bentangan karpet hijau ini. Akibatnya, sangat sulit untuk sampai ketempat ini, perlu berdesakan, saling dorong, saling sikut, berhimpitan, terinjak bahkan kehabisan oksigen! Saat itu saya merasa begitu berkecil hati untuk dapat mampu berjuang sedemikian berat, apalagi suami saya memperingatkan supaya tidak terlalu memaksakan diri. Sayapun pasrah, tetapi hati kecil ini sangat ingin untuk bisa sampai ke raudhah. “Ya Allah, saya sudah sampai ditempat ini, ijinkanlah saya juga untuk bisa mengunjungimu di raudhah”. Satu pagi, dengan ijin suami, saya ikut salah sorang pembimbing kami. Sebagian teman sudah lebih dahulu mencapai Raudhah, ada yang mengantri dari subuh, ada yang pulang dengan kusut masai, bahkan ada yang shallat diatas kaki orang lain! Tapi mereka sangat bahagia, dan itulah yang membuat hati kecil ini”iri” dengan keberhasilan yang penuh perjuangan itu. Alhamdullilah pagi itu saya dan anggota rombongan diberi kemudahan oleh Allah SWT. Kami mendapat perlakuan yang sangat khusus sehingga tidak perlu berdesakan.

Dan ketika akhirnya sayapun dapat shallat 2 rakaat dan berdoa di karpet hijau raudhah… Subhanallah….. Kenikatan berada ditempat itu tidak bisa menahan saya untuk tidak menangis.. Saya merasa sangat takjub. Inikah kenimatan surga yang Engkau janjikan bagi umatMu?

Di Padang Arafah, ketika saya menghiba pengampunan , kembali saya menangis. “Ketika engkau melihat beribu-ribu manusia dari berbagai bangsa dan bahasa yang berbeda berkumpul bersama-sama, engkau akan ingat akan hari dikumpulkannya manusia pada hari kebangkitan.” (Al-Ghazali)

Perasaan-perasaan haru, syukur, dan berbagai rasa yang campur menjadi satu itulah yang kerap terwujud dalam tangis. Untungnya, tidak ada larangan untuk menagis, lebih-lebih untuk tangis bahagia dan syukur serta tangis kesadaran akan hakikat manusia sebagai mahluk yang “tanpa daya”.

Tetapi saya tidak menangis pada saat melaksanakan thawaf wada’ (thawaf perpisahan) sebelum meninggalkan Mekkah. Seperti saya ungkapkan sebelumnya, saya sangat menikmati ‘prosesi’ thawaf, melebur diri dalam satu aliran putaan arus lautan manusia. Perasaan saya sat itu hanyalah bahagia… rasanya seperti saya akan kembali ketempat itu lagi suatu hari nanti. Insya Allah….

Saturday, March 26, 2005


my phrayata Posted by Hello